Ada beberapa pengertian tentang subyek hukum yang
dikemukakan oleh beberapa ahli hukum, antara lain yaitu:
- Subekti, mengatakan bahwa subyek hukum adalah “pembawa hak atau subyek di dalam hukum, yaitu orang”.
- Mertokusumo, mengatakan baahwa subyek hukum adalah “segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum”. Hanya manusia yang dapat jadi Subyek hukum.
- Syahran, mengatakan subyek hukum adalah “pendukung hak dan kewajiban”.[1]
- Algara, mengatakan subyek hukum adalah “setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang menimbulkan wewenang hukum”. Sedangkan pengertian wewenang hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.[2]
Dari beberapa pendapat di atas bisa di
tarik kesimpulan bahwa subyek hukum adalah setiap orang yang memilik,
memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari. yaitu manusia yang sebagai subyek hukum karena
menurut hukum bahwa setiap manusia itu merupakan orang, yang berarti pembawa
hak, yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban[3]. Pada
dasarnya subyek hukum itu dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Manusia (Natuurlijk
Persoon) dan Badan Hukum (Rechts Persoon).
Manusia
(Natuurlijk Persoon), mengapa bisa menjadi subyek hukum tadi sudah sedikit saya
singgung[4],
dan menurut saya ada dua alasan lagi kenapa manusia sebagai subyek hukum, yang
pertama karena manusia mempunyai hak-hak subyektif dan yang kedua kewenangan
hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti kecakapan[5]
menjadi subyek hukum yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pada dasarnya
manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan[6],
namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum , orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang
sudah dewasa[7],
sedangkan orang yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum adalah orang
yang belum dewasa dan orang yang dibawah pengampuan serta wanita yang bersuami[8].
Sebenarnya menurut hukum setiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum
secara kodrat atau alami, anak-anak serta balita pun sudah di anggap sebagai
subyek hukum, bahkan bayi yang masih berada di dalam kandungan sudah bisa di
anggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang
menghendaki[9],
tetapi ada beberapa golongan yang di anggap oleh hukum tidak cakap hukum[10],
seperti yang saya jelaskan tadi. Jadi seseorang mulai sebagai subyek hukum itu
sejak di dalam kandungan[11]
sampai dengan meninggal dunia dengan mengingat Pasal 2 KUHPerdata yang erat di
hubungkan kepasal 836 dan Pasal 899 KUHPerdata.
Selain
manusia ternyata Badan Hukum (Recht Persoon) juga termasuk sebagai subyek
hukum, tentang hal ini ada beberapa pendapat di antaranya pendapat dari Wirjono
Prodjodikoro dan pendapat dari Soedewi Masjchoen Sofwan. Wirjono Prodjodikoro
berpendapat: “Suatu badan yang di samping manusia perorangan juga dapat bertindak
dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewjiban-kewajiban dan
kepentingan-kepentingan hukum tarhadap orang lain atau badan lain”, Sedangkan
Soedewi Masjchoen Sofwan berpendapat: “Baik perhimpunan maupun Yayasan
kedua-duanya berstatus sebagai badan hukum, jadi merupakan person pendukung hak
dan kewajiban”.[12]
Dari dua pendapat tersebut bisa kita tarik kesimpulan bahwa badan hukum adalah
badan yang terdiri dari kumpulan orang yang di beri status “persoon”[13]
oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban, serata badan hukum dapat
menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia, seperti melakukan
perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya, dapat
menggugat dan digugat di muka pengadilan, serta ikut dalam lalu lintas hukum
Indonesia.
Sebenarnya
banyak terjadi perdebatan mengenai bagaimana badan hukum dapat menjadi subyek
hukum seperti manusia, banyak sekali teori yang digunakan untuk menjelaskan hal
tersebut, akan tetapi menurut Salim HS, SH, Ms teori yang paling berpengaruh
dalam hukum positif adalah teori konsensi[14]. akan
tetapi masi banyak lagi teori selain teori itu diantaranya:
Dan
jika suatu badan, atau perkumpulan, atau badan usaha yang ingin berstatus badan
hukum harus memenuhi syarat-syarat materiil maupun syarat formal, Adapun
syarat-syarat materiilnya:
- Harus adanya kekayaan yang terpisah.
- Mempunyai tujuan tertentu.
- Mempunyai kepentingan sendiri.
- Adanya organisasi yang teratur.
Dan syarat formalnya harus memenuhi
syarat yang ada hubungannya dengan permohonan untuk mendapatkan status sebagai
badan hukum.[18]
Sedangkan menurut pasal 1653 KUHPerdata badan hukum dibedakan menjadi beberapa
badan hukum, yakni:
- Badan hukum yang didirikan oleh pemerintah, seperti propinsi dan bank-bank pemerintah.
- Badan hukum yang diakui pemerintah, seperti perseroan dan gereja,
- Badan hukum yang didirikan untuk maksud tertentu, seperti PT.
Sedangkan badan hukum berdasarkan
sifatnya dibedakan menjadi dua, antara lain:
- Badan hukum publik. dan
- Badan hukum keperdataan[19].
Badan hukum publik seperti: provinsi,
kabupaten, kota praja, lembaga-lembaga, dan bank-bank negara. Sedangkan badan
hukum keperdataan contohnya seperti: yayasan, firma, perhimpunan, perseroan
terbatas, dan koperasi.
[1]
Harumiati Natadimaja, 2008, Hukum Perdata Mengenai Hukum Perorangan dan Hukum
Benda, Graha Ilmu, Yogyakarta.
[2]
http://www.scribd.com/doc/38402874/pengertian-subyek-hukum.
[3]
Komariah,SH,M.Si, 2010, hukum perdata, UMM Press, malang.
[4]
“setiap manusia itu merupakan orang”.
[5]
“yang di maksud adalah kecakapan hukum, yakni kemampuan subyek hukum untuk
melakukan perbuatan yang dipandang sah secara hukum”.
[6]
“Pasal 2 KUHPerdata”.
[7]
“berumur 21 tahun atau sudah kawin”.
[8]
“pasal 1330 KUHPerdata”.
[9]
“pasal 2 KUHPerdata”
[10] “tidak
cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata tentang
orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian”.
[11] “pasal
2 KUHPerdata”
[12]
Harumiati Natadimaja, 2008, Hukum Perdata Mengenai Hukum Perorangan dan Hukum
Benda, Graha Ilmu, Yogyakarta.
[13]
“dalam bahasa Indonesia berarti orang”.
[14]
http://www.scribd.com/doc/38402874/Pengertian-Subyek-Hukum.
[15]
“atau teori kekayaan tujuan”.
[16]
“atau teori milik kolektif yg di pelopori oleh planiol dan molengraaf”.
[17]
Keterangan lebih lengkapnya baca hal: 10,
buku Harumiati Natadimaja, 2008, Hukum Perdata Mengenai Hukum Perorangan
dan Hukum Benda, Graha Ilmu, Yogyakarta.
[18]
“Di atur dalam KUHD”
[19]
“atau dengan nama lain badan hukum privat”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar